Bicara Habit Membuat To-Do List Harian – Kalau kamu seorang Ibu, mungkin sudah familiar dengan membuat checklist/to-do-list harian. Yaitu daftar kegiatan atau hal yang harus dilakukan dalam sehari.
Ternyata saya beberapa tahun terakhir baru mulai membuat checklist harian secara serius. Sebelumnya saya agak abai. Atau mungkin kesehariannya sudah kelelahan ketika si kecil masih toddler. Padahal sudah pernah mendapatkan saran ini agar menjalani keseharian ibu rumah tangga ngga keteteran.
Membuat to-do list harian termasuk rutinitas dalam seminggu yang saya buat. Nah, apa pentingnya dan bagaimana seharusnya membuatnya ya? Ini pengalaman saya:
Mengapa Harus Buat Checklist Kegiatan Tiap Hari
Siapapun yang memiliki banyak kegiatan harian dan ingin harinya lebih tertata, tentunya akan ketemu saran untuk membuat daftar prioritas harian. Ini karena ada sederet hal yang kita harus lakukan sehingga kita membutuhkan fokus.
Jika tidak membuat daftar kegiatan harian ini, ada kemungkinan kita akan ‘terseret arus’ akan serangkaian kegiatan yang ternyata ngga prioritas. Di penghujung hari, ada kemungkinan pula kita akan berpikir mengapa tubuh dan pikiran kelelahan tapi pekerjaan seperti tidak selesai-selesai.
Disinilah kita, jika ingin hari kita lebih terarah dan tertata, diharuskan membuat to-do-list harian. Fungsinya untuk kita fokus dalam berkegiatan dan mengarahkan energi kita (yang terbatas ini) dalam hal yang seharusnya kita lakukan hari itu.
Awal Mula ‘Kenalan’ dengan Checklist Harian
Agak lupa kapan pastinya saya secara rutin membuat to-do-list harian. Tapi tidak lebih lama dari 2-3 tahun lalu. Ketika anak saya sudah lebih besar dari toddler dan pekerjaan lepas saya hadir lebih rutin dan padat dari biasanya, hari-hari jadi terasa lebih banyak yang diurus. Kemudian saya sadar bahwa urusan rumah tangga juga ngga boleh dilupakan.
Saya mulai dengan sederhana saja; menulis semua kegiatan yang harus dilaksanakan, terutama yang prioritas di dalam daftar itu. Menulis tangan memang membantu memori lebih bertahan lama sehingga daftar tersebut cukup membantu. Tapi tentu saja, seringnya nggak semua bisa saya lakukan.

Namun, mencoret beberapa poin dalam list memberikan kepuasan. Ternyata memberikan dopamin pula. Ternyata juga ada individu yang mengejar ‘perasaan puas’ ini (dalam mencoret poin dalam daftar harian). Tapi kalau saya sih seingatnya saja.
Di buku Eat That Frog! menyarankan kita menulis segala hal yang harus kita lakukan, kemudian sortir dari segi prioritas dan kepentingannya. Kemudian, agar hari berjalan lebih mudah kita laksanakan kegiatan yang paling penting dan prioritas. Membuat daftar seperti ini memang membutuhkan waktu yang lebih lama tapi kita jadi sadar bahwa ada deretan kegiatan yang memang aslinya ngga urgent juga dilakukan hari itu.
Misalnya kita ingin declutter barang di rumah. Tapi ternyata kita butuh menyiapkan bahan makanan atau prep food di weekday yang lebih penting prioritasnya.
Dalam pelaksanaannya juga saya sering dikalahkan oleh mood. Karena jujur saja ada hal-hal yang membutuhkan banyak energi dan mood. Misalnya hari itu saya harus membersihkan lemari yang dimasuki tikus dan harus saya lakukan karena di dalamnya misalnya ada alat yang dibutuhkan dalam keseharian seperti penyedot debu atau ember.
Saya tidak bisa atau mau melaksanakannya langsung misalnya usai sarapan karena 1. Saya masih harus memasak untuk keluarga dan 2.saya sungguh ngga mood bertemu dengan kotoran tikus. Untuk melakukannya saya harus membangun mood dan semangat, haha karena sesungguhnya saya ngga akan melakukannya kalau ngga ada orang lain yang mau.
Tapi mungkin sih saya mau ngga mau harus melakukannya jika didalamnya misalnya ada alat yang dibutuhkan untuk masak (eh..mungkin sebaiknya saja pakai alat lain dulu kalau ada atau beli kalau mungkin, hihihi). Naudzubillah min dzalik…
Ternyata Tidak Semua Harus Ditulis dalam Checklist Harian
Setelah beberapa lama saya menulis daftar kegiatan harian ini, saya belajar bahwa nggak semua juga harus kita tuliskan. Misalnya pada hal-hal yang memang sudah jadi kegiatan dasar seharian seperti mandi atau memberikan anak makan, menyiram tanaman atau membuang sampah misalnya. Cukup hal-hal yang diharuskan kita lakukan hari itu atau prioritas di waktunya.
Saya belajar ini dari kursus Self-Management di Rumah Inspirasi (RI) akhir tahun lalu. Keputusan yang cukup spontan dan saya juga ngga tahu sebelumnya kalau RI memberikan kursus seperti ini. Tapi mungkin banyak demand-nya karena ketika saya ikutan, ternyata banyak yang sangat keteteran lebih parah dari saya.
Ini karena umumnya mereka adalah Ibu rumah tangga dengan banyak anak kecil dan bayi yang diurus. Dan ternyata hal yang harus dimaklumi juga karena mereka dengan sikon seperti ini ada dalam fase survival dan bukanlah fase normal.
Banyak sih hal positif dan tips yang saya dapat dari kursus ini. Diantaranya yang penting adalah selalu menyempatkan untuk mengambil jeda, walaupun hanya beberapa menit. Bisa dari teknik pernapasan, shalat atau meditasi dan melakukan me-time kecil seperti minum kopi.
Ini bukanlah hal yang buang-buang waktu. Justru kita sedang ‘mengisi bensin’ atau tangki diri kita agar kita tetap bisa lanjut berkegiatan tanpa soak atau mandeg.
Panduan Lainnya Dalam Membuat Checklist Harian
Membuat checklist harian terdengar sederhana. Tapi butuh beberapa arahan agar kita tidak ‘tersesat’. Beberapa panduan yang bisa dilakukan sejauh pengalaman saya adalah seperti ini:
- Buatlah prioritas.Tak semua harus ditulis dan harus dilakukan karena tiap hari ada prioritas dan urgensi yang berbeda.
- Energi kita terbatas. Akui saja, kita bukan robot atau manusia super. Energi kita nggak sebanyak ketika muda. Lebih baik mengalokasikan energi kepada yang prioritas.
- Akan ada momen dimana checklist harian berubah total karena ada hal-hal diluar dugaan. Kita harus bisa luwes dan fleksibel. Lalu lepaskan perfeksionisme atau standar biasa jika kita masuk ke mode survival atau mode dengan kesibukan tinggi.
- Sempatkan berdoa, shalat, meditasi. Menyempatkan diri berkomunikasi pada-Nya dan terkoneksi selama ini sangat membantu saya ‘stay sane’. Karena minta ke siapa lagi agar hari berjalan lancar kalau tidak ke Maha Pencipta?

Penutup
Kadang ada hari-hari dimana saya ngga mau buat checklist. Atau tepatnya ogah. Ini mungkin karena saya cukup kelelahan dan butuh refreshing. Jadi membiarkan hari berjalan as it goes.
Checklist hanyalah panduan. Selebihnya yang memegang kendali adalah kita dan Yang Maha Kuasa. Jadi bismillah saja. Ini bagian dari ikhtiar. Apa kamu punya pengalaman membuat checklist harian? Atau tips lainnya?
Tulisan ini ditulis demi memenuhi Tantangan Mamah Gajah Ngeblog bulan Februari 2025.

Teh Andina keren bisa buat checlist untuk harian di rumah.
Waktu aku masih full time work checklist sangat membantu tapi khusus kerjaan kampus dan NGO. Ada rapat, ketemu tamu, dll. Pekerjaan rumah gak pernah pakai hehehe.
Sekarang lebih ke nyocokin jadwalku dan jadwal anak-anak karena mereka jauh. Seperti kapan Kaka berangkat dinas ke Kalimantan, kapan Mas sidang dan wisuda, kapan Teteh perpulangan atau liburan pesantren.
Wah relate banget, baru tahu ada kursus self manajemen. Ternyata yang keteteran bukan hanya diriku saja.hahaha. Setuju teh, check list sangat membantu. Kalau untuk aku bukan hanya untuk memanage pekerjaan, tapi juga mengendalikan emosi.
Membuat checklist harian niy memang terbukti mengurangi stres, menambah produktivitas, dan bikin gak ada yang kelupaan untuk dilakukan pastinya. Aku sudah melakukannya, dan bener banget, Mamah Andina, rasanya puasss dan bahagia (dopamin keluar) saat mencoret list yang sudah kita kerjakan ehehe.
Ketika SMA, saya rajin bikin check list. Setiap hari selalu menuliskan check list, termasuk mengerjakan PR, belajar pelajaran apa, les. Bahkan sampai solat, makan pun masuk check list. Waktu itu, saya jadi terkesan sibuk banget ketimbang teman-teman yang lain. Tetapi emang bermanfaat untuk bisa kendalikan diri dari kegiatan unfaedah. Setelah berkeluarga malah tanpa check list karena kegiatan seputar rumah aja.
Ceklist harianku kok ya lebih sering berakhir sebagai ceklist harian aja. Nggak dicek-cek sampai hari berakhir. Malah yang dikerjakan yang nggak-nggak.