Pengalaman Resign dan Jadi Freelancer, Transisi yang Tak Mudah – Ngga kerasa sudah 11 tahun saya memilih bekerja sebagai pekerja lepas atau freelancer. Tidak semua orang mau memilih bekerja sebagai freelancer karena berbagai alasan.
Alasan yang paling bikin orang ogah jadi freelancer adalah pemasukan yang tidak pasti. Sementara ada banyak hal yang harus dibayar secara berkala, seperti tagihan listrik, internet dan sebagainya. Juga perasaan aman kalau telah menjadi pegawai.
Tetap saja. Sampai saat ini, saya lebih suka menjadi pekerja lepas.
Kenapa Berubah Haluan Jadi Pekerja Lepas
Kenapa mau jadi pekerja lepas? Kan ngga pasti pemasukannya. Cari klien juga sendiri. Lebih ribet dan capek. Dibandingkan jadi pegawai. semua sudah di-handle perusahaan. Kita tinggal kerja sesuai ‘argo’-nya.
11 tahun lalu saya resign kerja setelah hampir 1 dekade kerja kantoran. Itu karena saya merasa tidak berkembang lagi dalam profesi yang dijalani. Sebelumnya saya juga masuk ke dalam zona nyaman.
Ditambah saya juga baru melepas masa lajang. Ini karena aktivitas kerja kantoran tidak align dengan suami yang work from home. Akhirnya saya putuskan untuk berhenti kerja kantoran.
Saya ngga menyangkal bahwa ada perasaan sedih ketika melepas ID card dan tak lagi memakai seragam. Sedih karena melepas mimpi jadi wanita karir kantoran (apakah itu akan kejadian atau ngga, tapi memang saya sudah mentok rasanya disitu) Juga ada mindset yang salah juga bahwa identitas saya adalah pegawai kantor tersebut. Namun saya tidak pernah cuma sebagai pegawai kantor itu.
Saya juga ngga mau (with all respect untuk mereka yang memilih sebagai pegawai) menghabiskan waktu sepanjang hari menunggu jam pulang karena sudah sangat jenuh.
Kehidupan Freelancer Dikaitkan Dengan Keadaan Tak Menentu
Usai melepas masa sebagai pegawai, tidak bisa dibilang mudah. Sempat dibayar besar untuk 1 job sebagai blogger membuat saya yakin bisa ‘menghidupi’ ke depannya. Tapi setelahnya belum ada tawaran job lagi. Memang sih statusnya saya sudah jadi istri sehingga sudah dinafkahi. Tapi rasanya kurang berdaya jika tidak ada kesibukan selain sebagai IRT.
Ada masa dimana antusiasme saya bekerja dari rumah tidak berimbang dengan pemasukan. Ternyata ngga mudah memulai sesuatu dari nol. Dan ngga instan pula mendapatkan hasilnya. Kecewa memang. Tapi saya sudah membuat keputusan berhenti kerja sehingga saya anggap itu resiko.
Berbagai job saya coba kerjakan. Sebut saja mencoba sebagai translator, transcriber, desainer grafis, reseller Palugada, blogger dan sebagainya. Bahkan sempat membuka toko online sebelum e-commerce merajai internet.
Alhamdulillah diantaranya ada pekerjaan lepas yang stabil. Yakni yang dibayar per bulan dan sesuai kuota. Saya menjalani pekerjaan sebagai freelance content creator dan video editor. Juga beberapa lama serius menjadi blogger dengan artikel berbayar.
Karena merasakan susahnya mencari pekerjaan membuat saya lebih menghargai kesempatan dan kepercayaan orang untuk dipekerjakan. Sehingga tiap ada tawaran, meski belum tentu diterima karena melihat kondisi, jadi terasa spesial. Mungkin saya ngga akan seperti ini jika tetap jadi pegawai kantoran.
Kalau kehidupan freelancer dikaitkan dengan keadaan tak menentu, menurut saya itu relatif. Ini karena tergantung dengan klien kita. Bisa jadi kita dapat klien yang secara berkala mempercayai kita sebagai pekerja, sehingga secara berkala pun kita dapat bayaran. Saya bisa dibayar dengan jumlah yang sama per bulan selama beberapa tahun. Jadi, ini bukan keadaan yang tidak menentu. Ya kan?
Perubahan-perubahan yang saya rasakan ketika jadi pekerja lepas dibanding kerja kantoran tentu banyak. Di kantor, kita mungkin tinggal duduk menerima pekerjaan (kecuali kamu di bidang marketing yang ketemu klien langsung).
Tapi sebagai pekerja lepas kitalah yang mau ngga mau harus membuka diri. Kitalah yang harus gain kepercayaan orang, memperluas networking, menambah skill, menghitung dan buat invoice sendiri juga harus siap kerja kapan saja.
Tentang jam kerja, kita sering ngga bisa memilih waktu luang. Karena peluang datang tidak pandang waktu. Misalnya lagi sakit, lagi malam lebaran, lagi ada acara keluarga, ternyata ada job masuk.

Tentu kita yang bisa menimbang diterima atau tidak. Dari value dan bobot kerjaan apa sesuai? Tapi sering kali datangnya job itu ujian untuk kita, apa kita mau terima rejeki atau tidak? Katanya mau ada job? Hahaha…
Memang ada seninya khusus untuk menerima job. Saya sering badan lagi ngilu-ngilu kecapekan tapi sudah deadline dan kewajiban kerja, ya sudah dikerjakan saja.
Tapi di sisi lain, kita juga bisa sangat fleksibel dalam memilih waktu bekerja. Kita bisa memilih liburan di weekday. Bisa menyesuaikan dengan quality time bersama anak. Itulah seni hidup sebagai pekerja lepas.
Menyikapi Hidup Freelancer Yang ‘Tak Pasti’, Bagaimana?
Dulu ketika baru resign memandang kehidupan freelancer memang agak menakutkan. Karena khawatir tidak ada job dan sebagainya. Khawatir menyesal melepas pekerjaan kantoran yang ke depannya belum tentu dapat kesempatan yang sama. Juga benefit-benefit yang didapatkan sebagai pekerja kantoran, mungkin ngga bisa didapat lagi.
Bagi mereka yang memilih sebagai pegawai dan senang dengan pekerjaannya demi menghidupi keluarga, ya itu sah-sah saja. Beberapa rekan kerja saya ada yang kembali ke pekerjaan yang sama karena mereka butuh menghidupi anak istri. And that is okay.
Ada juga yang bisa ‘berdiri sendiri’. Membuat tim dan perusahaan sendiri. Dapat klien besar maupun kecil. Ya sudah, itu jalan mereka. Saya yakin ngga gampang untuk bisa di posisi itu tapi sudah rejekinya.
Namun untuk kasus saya sih lebih kepada kebutuhan untuk berkembang. Sudah nggak lagi bisa di posisi itu lagi. Dan walaupun sulit, saya merasa bersyukur memiliki keberanian untuk ‘melompat’ dan mencoba bidang baru. Dari yang gagal maupun yang berhasil.
Keputusan resign itu esensial karena saya udah ngga merasa bahagia sebagai pegawai. Ternyata menjadi pekerja lepas juga cocok untuk saya yang 2 tahun kemudian hamil dan punya anak.
Satu kesalahan orang pada umumnya (dan saya dulu) adalah berpikir bahwa mereka bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. Dan lupa untuk minta tolong pada Yang Maha Kuasa. Lupa bahwa Maha Pencipta itu yang mengontrol semuanya. Lupa bagi Tuhan itu mudah untuk membuka keran rejeki. Yang kita bisa lakukan adalah dekatkan diri pada-Nya.
Jadi kalau kita takut akan rejeki ke depannya, dekatkan diri pada-Nya. Minimal dapat rasa tenang di jiwa.
Kita juga harus show effort dalam bekerja. Tidak pasif tapi aktif dan self-motivated. Tunjukkan profesionalisme dan adab yang baik. Juga sebaiknya tidak gengsi dan pilih-pilih kerjaan (karena nggak sesuai jurusan atau nggak bonafide) kecuali pekerjaan itu menyalahi value atau keyakinan kita.
Kadang-kadang munculnya peluang kerjaan berbeda dari yang kita harapkan bisa jadi karena itu lebih baik. Jangan-jangan kerjaan receh yang menurut kita ‘rendahan’ itu bisa menghidupi makan kita ke depannya? Atau membuka peluang selanjutnya? Nobody knows.
Dalam hal mengatur keuangan, sebaiknya menabung atau tidak spend semua langsung (jika bisa). Mengalokasikan kebutuhan-kebutuhan primer dulu, baru kebutuhan lainnya. Seperti makanan, listrik, internet jika kerja dari rumah dan pulsa.
Jika belum ada pekerjaan masuk, ‘jaring’ saja potensi mendapat job baru. Dengan menebar ‘umpan’.
Atau nikmati waktu dengan melakukan hal-hal yang sebelumnya tidak sempat. Seperti silaturahmi keluarga dan teman, melakukan hobby, belajar skill baru, melengkapi portofolio atau simply beberes rumah.
Rejeki sudah diatur oleh-Nya. All we have to do is believe.
Kesimpulan
Secara garis besar bagaimana bertahan menghadapi ritme kerja freelancer yang berubah-ubah, adalah dengan kemampuan beradaptasi. Tahu bagaimana menahan diri ketika budget sedang ketat, bagaimana memanfaatkan momen jika ‘sedang di atas’. Juga selalu ingat bahwa segala yang terjadi atas izin-Nya.
Kalau sedang sepi job, waktunya merenung dan melihat ‘performa’ kita. Jangan-jangan kita yang lupa pada-Nya? Jangan-jangan ada yang salah dengan tindakan kita? Harus sering-sering bercermin ke diri sendiri.

Bagaimana menurutmu?
Tulisan ini dibuat demi memenuhi Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog Maret 2025 dengan tema “Seni Bertahan Menghadapi Perubahan”.
