Review Film : A Man Named Otto (2022) – Sekali-kali sebagai emak blogger pengen juga menulis review film dengan tokoh utama laki-laki. Tapi masih juga ingin memuji karakter wanita di dalamnya. Nah baru-baru ini saya menonton film A Man Named Otto (2022) yang dibintangi Tom Hanks, yang juga jadi produsernya. Cerita asli film ini dari novel A Man Called Ove dan film Swedia berjudul sama (Wikipedia).
Meski film ini sebenarnya bisa dikategorikan film keluarga, tapi melihat beberapa usaha suicide di dalamnya membuat film ini untuk dewasa. Jangan nonton sama anak-anak yaa, lebih baik sendiri atau bersama penonton dewasa.
Film dibuka dari adegan seorang lelaki tua, Otto (Tom Hanks) yang membeli tali di supermarket. Di kasir, dia mengeluhkan perbedaan harga tali yang berbeda karena beda sistem ukur. Meski pelanggan di belakangnya sudah menawarkan untuk membayarkan sisa pembayarannya, Otto bersikeras dengan tuntutannya pada pihak toko.
Di rumah, ia melihat seorang pasangan bersusah payah memarkirkan mobil dengan kereta pindahan di belakangnya. Meski mengeluh dan menggerutu, Otto membantu pasangan Marisol (Mariana Trevino) dan Tommy (Manuel Garcia-Rulfo) memarkirkan mobil. Ternyata keduanya adalah keluarga yang baru menyewa rumah tepat di seberang rumah Otto.
Otto ingin bunuh diri ketika Marisol dan suaminya mengetuk pintu dan mengenalkan dirinya. Walau Otto terlihat tidak ramah, Marisol tetap bersikeras mengajaknya berbicara dan memberikannya makanan sebagai pemberian dari dirinya sebagai tetangga baru. Otto kemudian ingin kembali ke aktivitas sebelumnya, namun tergiur dengan makanan Marisol. Ia memakannya dulu baru kemudian kembali ingin mengakhiri hidupnya.
Usahanya gagal karena langit-langit rumahnya tidak mampu menopang tubuhnya. Dirinya terjatuh di lantai.
Diantara kesehariannya, film memperlihatkan kisahnya jaman masih muda bertemu dengan mendiang istrinya, Sonya (Rachel Keller), juga tetangga-tetangga Otto yang memiliki kisah tersendiri. Tentunya juga mengenai Otto yang memiliki karakter sulit, berwatak keras dan penggerutu. Namun meski demikian, Otto tetap membantu tetangga-tetangganya dengan keahliannya dengan mesin.
Lantas kenapa Otto ingin mengakhiri hidupnya? Lalu, apakah ia akan berhasil?
Tidak ada alasan khusus kenapa saya putuskan untuk menonton film ini, selain karena sepertinya lagi banyak orang menontonnya di Netflix. Mungkin juga karena ada Tom Hanks sebagai bintang utama. Dari beberapa filmnya, rasanya sulit ya untuk membenci Tom Hanks karena karismanya dan karakternya yang terlihat seperti seseorang yang sopan dan baik.
Begitu juga di film ini, yang sebenarnya karakter Otto adalah lelaki tua yang menyebalkan dan kolot. Tapi karena Tom Hanks yang memainkannya jadi susah deh untuk benci Otto. Jujur saja, rasanya ada banyak aktor senior yang bisa jadi grumpy old man deh di perfilman barat. Seperti Jack Nicholson atau Harrison Ford. Hmm, ya udah sih karena Tom Hanks juga jadi produsernya ya udah terserah aja ya. Namanya juga beropini. Soalnya, kalau Otto diperankan oleh aktor yang kelihatan seperti villain rasanya ceritanya bakal lebih dapet.
Yang menarik dari film ini sih selain dari kisah pilo Otto adalah kehidupan bertetangga yang ada di komplek rumah Otto. Ada tetangga yang ramah, menyebalkan, maupun menderita sakit. Yang jelas Otto disitu sangat ketat dengan mobil yang lewat tanpa izin. Ada cerita lebih dari developer rumah sekitar yang ingin menggusur penghuni senior di komplek rumah Otto ini. Perbedaan karakter Otto dan tetangga-tetangganya cukup menggelitik untuk disimak.
Oh ya mengenai karakter perempuan yang ingin saya highlight, mungkin bagi yang sudah nonton film ini menduga saya akan memuji-muji Sonya, istri Otto. Tapi bukan, saya justru terkagum dengan Marisol. Karena banyak orang akan ‘mental’ atau ga betah dekat sama Otto karena nyebelin banget wataknya. Tapi tidak dengan Marisol.
Dengan dua anak perempuan dan lagi berbadan dua, Marisol yang seorang ibu rumah tangga ini masih terlihat easy going pembawaannya dan ngga terpengaruh dengan grumpy-nya Otto. Selalu punya mood baik dan full of love. Namun ada sih kalanya saya rasa dia agak too much minta tolong sama Otto yang lebih tua darinya. Mungkin cuma Marisol seorang yang bisa ‘menerobos’ kekakuan hati Otto.
Secara umum film ini cukup oke jadi film yang heartwarming atau menghangatkan hati, yang bisa ditonton di saat me-time Ibu-ibu. Film yang bisa buat kita merenung mengenai tujuan hidup dan mental health. Ketika kita terbiasa ‘berlabuh’ dengan satu tujuan lalu tujuan itu hilang, saatnya mencari tujuan lain. Tentunya tujuan yang positif.
Melihat Tom Hanks yang jadi aktor utama, sudah pasti film ini jaminan sarat makna. Kalau ditanya apa pesan moralnya, ya jangan berputus asa. Karena kita masih memiliki arti buat orang lain, jika kita membiarkan mereka masuk ke hidup kita. Bagaimana menurutmu mengenai film ini?
Buku-Buku yang Dibaca Tahun 2024 - Saat tulisan ini naik, 2024 sudah menuju akhir. Setelah…
Foto Hitam Putih dan Keseruannya - Untuk tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog terakhir tahun 2024…
Menggunakan Mind Mapping untuk Mencari Ide - Beberapa bulan ini saya dan si kecil menerapkan…
Tips Menentukan Nama Blog - Apakah kamu mau bikin blog tapi bingung mau menamakannya apa?…
Kumpul-Kumpul Ibu-Ibu Blogger MGN di Depok - Sejak menulis best times kumpul-kumpul sebagai blogger, sebenarnya…
Review Film Budi Pekerti (2023) - Ada sebuah fase di hidup saya saat pindah haluan…
This website uses cookies.
View Comments
Kayaknya film A Man Named Otto seru nih. Makin banyak yang bahas makin bikin tergoda buat ikutan nonton juga.
Ketebak sih, bahwa Teh Andina bakalan bahas sosok Marisol di sini. Saya juga cukup terkesan dengan sosok imigran ini. Karakternya kuat dan diperankan dengan baik juga, bisa mengimbangi Tom Hanks sebagai peran utama.
Aku juga sudah nonton, suka dengan ceritanya, sederhana tapi menyentuh hati
Udah lama baca bukunya, agak lupa isinya tentang apa, tapi jadi inget lagi dikit-dikit berkat baca review filmnya... Belum sempat aja nih nonton filmnya, kalau malem nunggu anak-anak tidur, sayanya juga keburu ngantuk, hihihi...
Aku belum nonton , tapi tau filmnya. Apalagi sering lwt di Netflix ku .
Cuma masih ragu, Krn hampir semua temen yg udah nonton pada bilang menguras air mata mba . Aku tuh ga suka film sedih soalnya. Makanya kalo sampe bikin nangis, aku langsung ragu mau nonton. Yg ada aku cari spoiler sih. Justru spoiler buatku penting, utk nentuin aku bakal nonton atau ga . Kalk endingnya sedih atau gantung, udah pasti aku skip. Tapi kalo bahagia, baru mau nonton ..
Ntr yaa, aku cari spoiler ending dari film ini dulu . Aku tipe yg ga keberatan Ama spoiler ending, Krn toh alur lengkap di filmnya kan ga tau juga. Jadi masih bisa dinikmati